Judul : Ayah
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun terbit : 2015
Jumah Halaman : 396
Sejak pertama kali menjumpai
novel ini diantara deretan koleksi buku temanku di kamarnya, tak ada niat untuk
membacanya. Namun, saat itu kepalaKu sedang pening, dan entah kenapa
satu-satunya buku bergenre novel di kamar temanku itu adalah Novel ini. Karena novel
ini, sedikit lebih “ringan” dibandingkan buku lain yang tersedia
disitu.
Tak ayal, tanganku mencoba
mengambilnya. Dengan niat, meringankan pening di kepala. Aku mulai membaca
lembar demi lembar. Namun sayang, tak sampai lima lembar, aku sudah menaruhnya.
Entah karena kepala sedang pening, ditambah ‘bahasa’ dalam novel ini agak
sedikit berbelit-belit kurasa. Masih pengenalan awal tetang sang Tokoh Sabari
dan kucing-kucingnya. Bagian awal buku ini terasa membosankan.
Namun, entah kenapa pekan ini Aku
begitu sangat ingin membacanya. Tertarik dengan cerita temanku bahwa novel ini membuat
dia tertawa sendiri. Aku penasaran. Akhirnya, kupaksakan diri untuk meminjam pada
teman yang dulu pertama kali aku menjumpai novel ini.
Yang kurasakan masih sama, gaya
bahasa Melayu khas penceritaan Andre untuk menggambarkan bagian awal cerita tak
sepenuhnya kumengerti. Bagian 1, bagian 2, yang di ditulis dengan sub judul kubaca dengan tanda tanya besar. Kemana arah
cerita ini? Berbeda dengan novel lainnya. Jika novel lain biasanya antar cerita
nya saling bertautan, namun di Novel Ayah ini Andre mengemasnya dengan begitu
apik dan membuat penasaran. Aku baru paham dan mengerti jalan ceritanya dan mampu menghubungkan jalinan 'cerita antar tokoh" setelah mendekati bagian akhir dari novel ini. benar-benar membuat penasaran.
Satu hal yang membuat saya
bertahan membaca novel ini adalah Puisi. Ya, tokoh sabari yang begitu pandai
berpuisi, tenggelam dalam cinta pertama,
yang membuatnya begitu mudah mencipta puisi. Saya betul-betul penasaran akan
akhir cerita cinta Sabari yang sabar dan
begitu tergila-gila pada Marlena.
Ah, sabari dan puisinya membuat
saya betul-betul penasaran. Apalagi dengan adanya puisi Sabari berikut.
Waktu dikejar
Waktu menunggu
Waktu berlari
Waktu bersembunyi
Biarkan aku mencintaimu
Dan biarkan waktu menguji
Membacanya membuat saya
terharu sendiri. Tapi terkadang lebih banyak tergelak karena kelucuan dan
kegilaan-kegilaan yang dilakukan tokok Sabari dengan puisi-puisinya. Walau akhir cerita ini tak bahagia karena Sabari tetap saja tak mendapatkan cinta Lena,
tapi saya tak sampai tergugu dikamar untu menangisinya. Saya merasa lega, bahwa
Sabari akhirnya bertemu Zorro (Amiru) Sang Anak, yang didapat saat menikahi
Lena (walau bukan darah daging Sabri).
Penasaran dengan cerita lengkap
novel ini? Silakan membacanya. Lain waktu akan saya selipkan sinopsisnya.
1 komentar:
Hahaha...perasaan di kamarku bukan cuma itu deh novel..wewwww....
but keep spirit..and ely jangan lupa blog walking ya..:)
Posting Komentar