Kalau ditanya, “apa
masalah utama pendidikan kita hari ini?”, mungkin ada beragam jawaban.
Fasilitas sekolah tidak memadai. Kualitas mengajar guru belum memenuhi standar.
Kesejahteraan profesi guru jauh di bawah pekerjaan lain. Penetapan kurikulum layaknya
cuaca yang tidak menentu. Materi pelajaran terlalu banyak. Masih ada?. Saya kira
ini tidak akan habis dibahas sekali duduk. Saya mencoba memilih
dari sekian pilihan masalah yang ada di negeri kita lewat internet untuk bahan
tulisan. Banyak bener. Lama-lama
nafas saya sesak juga membacanya.
Lalu, saya
mencari perbandingan dengan sistem pendidikan di negara lain. Kalau yang ini,
apalagi. Sepertinya tak
adil membandingkan pakem yang diberlakukan pemerintah dengan apa yang ada di
luar. Dari sisi kesadaran pemerintah dan masyarakat akan pentingnya pendidikan
saja sudah beda. Belum tingkat kemajuan negara dan kualitas sumber daya. Dibenturkan
dengan budaya ketimuran pun masih butuh
penyesuaian.
Jadinya, saya
terhenti di sebuah tulisan tentang seorang guru SD yang menyandang tetra melia,
kelainan yang membuatnya tidak punya
lengan dan kaki.
Hirotada
Ototake, namanya. (http://ototake.com). Ketika baru saja dilahirkan, ia tidak langsung dipertemukan
dengan ibunya. Ayahnya menunggu sampai tiga minggu. Ternyata, tidak seperti
yang dikhawatirkan, ibunya justru bahagia dan menerima Oto-chan sepenuhnya.
Kondisi Oto-chan
ini tidak membuat kedua orang tuanya patah arang. Mereka membesarkan Oto-chan
selayaknya anak “normal”. Ia didaftarkan di sekolah umum meski ia bisa saja
memilih sekolah khusus.
Ia tumbuh
menjadi anak yang aktif dan percaya diri. Meski harus bekerja lebih keras dari
orang-orang “normal” lainnya, ia tak ingin dikasihani. Sebisa mungkin melakukan
hal secara mandiri.
Bagaimana ia
beraktivitas?. Ia menggunakan kursi roda yang modelnya didesain khusus untuk
mendukung kebutuhannya.
Oto-chan lulus dari Jurusan Komunikasi, Universitas Waseda, kampus dengan urutan ke-25 terbaik se-Asia. Lalu melanjutkan pendidikan
keguruan di Universitas Meisei.
Ia pernah
menjadi narator drama di TK, lay-outer mading di SD, ketua OSIS di SMP, manajer
klub sepak bola di SMA, dan berbagai kegiatan kampus saat kuliah. Semua dilakukannya
dalam kondisi tubuh yang kata orang “tidak normal” itu.
Kisah tentang
kehidupannya tertuang dalam novel autobiografinya yang ditulisnya sendiri. Buku berjudul “Daijoubu 3 Kumi” meledak di pasaran hingga 4,5 juta kopi di tahun 1998 dan menjadi buku
terlaris ketiga sejak Perang Dunia II. Filmnya dirilis
tahun 2003 berjudul “Daijoubu 3 Kumi” dimana ia memerankan tokoh dirinya
sendiri.
Mengenal seorang guru dengan keterbatasan fisik seperti Oto-chan semoga membuat kita mau memulai menjadi lebih baik. Jika kita adalah guru, untuk hari-hari yang berlalu dan belum mampu memberikan yang terbaik untuk siswa-siswi kita, katakan "Daijoubu" (gak apa-apa). Kita akan berusaha memperbaiki metode mengajar dan belajar lebih keras dari sebelumnya. Untuk apa?. Untuk mengurai keluhan-keluhan pada masalah pendidikan di negara kita dengan tindakan sederhana. Untuk siswa-siswi kita
Juga, kepadamu, untuk membuat kami, siswamu, menjadi seseorang di tempat kami dibutuhkan dan ikut berkarya bagi bangsa ini, "Sensei, Arigatou" (Guru, terima kasih).
“Beberapa orang dilahirkan dalam keadaan utuh
tetapi kemudian menyesali kehidupannya. Beberapa orang, yang sekalipun
dilahirkan tanpa tangan dan kaki, menjalani hidupnya di dunia ini tanpa
memedulikannya sama sekali. Kondisi cacat tidak ada hubungannya sama sekali
dengan kebahagian”. Hirotada Ototake
0 komentar:
Posting Komentar