Find us on facebook

Rabu, 25 November 2015

Sensei, Arigatou!

Kalau ditanya, “apa masalah utama pendidikan kita hari ini?”, mungkin ada beragam jawaban. Fasilitas sekolah tidak memadai. Kualitas mengajar guru belum memenuhi standar. Kesejahteraan profesi guru jauh di bawah pekerjaan lain. Penetapan kurikulum layaknya cuaca yang tidak menentu. Materi pelajaran terlalu banyak. Masih ada?. Saya kira ini tidak akan habis dibahas sekali duduk. Saya mencoba memilih dari sekian pilihan masalah yang ada di negeri kita lewat internet untuk bahan tulisan. Banyak bener. Lama-lama nafas saya sesak juga membacanya.

Lalu, saya mencari perbandingan dengan sistem pendidikan di negara lain. Kalau yang ini, apalagi. Sepertinya tak adil membandingkan pakem yang diberlakukan pemerintah dengan apa yang ada di luar. Dari sisi kesadaran pemerintah dan masyarakat akan pentingnya pendidikan saja sudah beda. Belum tingkat kemajuan negara dan kualitas sumber daya. Dibenturkan dengan budaya ketimuran pun  masih butuh penyesuaian. 

Jadinya, saya terhenti di sebuah tulisan tentang seorang guru SD yang menyandang tetra melia, kelainan yang membuatnya  tidak punya lengan dan kaki. 

Hirotada Ototake, namanya. (http://ototake.com). Ketika baru saja dilahirkan, ia tidak langsung dipertemukan dengan ibunya. Ayahnya menunggu sampai tiga minggu. Ternyata, tidak seperti yang dikhawatirkan, ibunya justru bahagia dan menerima Oto-chan sepenuhnya.

Kondisi Oto-chan ini tidak membuat kedua orang tuanya patah arang. Mereka membesarkan Oto-chan selayaknya anak “normal”. Ia didaftarkan di sekolah umum meski ia bisa saja memilih sekolah khusus.

Ia tumbuh menjadi anak yang aktif dan percaya diri. Meski harus bekerja lebih keras dari orang-orang “normal” lainnya, ia tak ingin dikasihani. Sebisa mungkin melakukan hal secara mandiri.
Bagaimana ia beraktivitas?. Ia menggunakan kursi roda yang modelnya didesain khusus untuk mendukung kebutuhannya.

Oto-chan lulus dari Jurusan Komunikasi, Universitas Waseda, kampus dengan urutan ke-25 terbaik se-Asia. Lalu melanjutkan pendidikan keguruan di Universitas Meisei.

Ia pernah menjadi narator drama di TK, lay-outer mading di SD, ketua OSIS di SMP, manajer klub sepak bola di SMA, dan berbagai kegiatan kampus saat kuliah. Semua dilakukannya dalam kondisi tubuh yang kata orang “tidak normal” itu.

Kisah tentang kehidupannya tertuang dalam novel autobiografinya yang ditulisnya sendiri. Buku berjudul “Daijoubu 3 Kumi” meledak di pasaran hingga 4,5 juta kopi di tahun 1998 dan menjadi buku terlaris ketiga sejak Perang Dunia II. Filmnya dirilis tahun 2003 berjudul “Daijoubu 3 Kumi” dimana ia memerankan tokoh dirinya sendiri. 

Mengenal seorang guru dengan keterbatasan fisik seperti Oto-chan semoga membuat kita mau memulai menjadi lebih baik. Jika kita adalah guru, untuk hari-hari yang berlalu dan belum mampu memberikan yang terbaik untuk siswa-siswi kita, katakan "Daijoubu" (gak apa-apa). Kita akan berusaha memperbaiki metode mengajar dan belajar lebih keras dari sebelumnya. Untuk apa?. Untuk mengurai keluhan-keluhan pada masalah pendidikan di negara kita dengan tindakan sederhana. Untuk siswa-siswi kita

Juga, kepadamu, untuk membuat kami, siswamu, menjadi seseorang di tempat kami dibutuhkan dan ikut berkarya bagi bangsa ini, "Sensei, Arigatou" (Guru, terima kasih).

“Beberapa orang dilahirkan dalam keadaan utuh tetapi kemudian menyesali kehidupannya. Beberapa orang, yang sekalipun dilahirkan tanpa tangan dan kaki, menjalani hidupnya di dunia ini tanpa memedulikannya sama sekali. Kondisi cacat tidak ada hubungannya sama sekali dengan kebahagian”. Hirotada Ototake

Hirotada Ototake

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More