Seorang anak kecil berusia tujuh tahun terduduk lemas tak berdaya dikursi roda. Matanya terlihat sayu, tapi bibirnya masih bisa tersenyum ria.
Meski telah berumur tujuh tahun, tapi sang anak belum juga mengecap bangku sekolah. Normalnya, anak ini telah duduk di kelas satu. Belajar membaca dan menulis seperti teman sebayanya.
Tapi tidak. Sekali lagi tidak. Dia tidak sekolah. Bukan karena tidak ada biaya. Melainkan orang tua yang tak bisa menjadi penyambung kaki untuknya. Ya, orang tua yang bekerja sebagai buruh, tak bisa mengantar dan menjemputnya ke sekolah.
Kasihan sekali dia. Lumpuh menghampiri bukan karena salahnya, melainkan kesalahan kedua orang tua. Karena tidak tahu, akhirnya kata orang saja yang diikutinya.
" Vaksin itu haram karena ada unsur babinya". Itulah yang didengar si orang tua. Jadi ketika bayi, dia tidak di bawa ke posyandu untuk mendapatkan vaksin yang seharusnya ia dapatkan untuk kekebalan dan perlindungannya dari penyakit yang membahayakan.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Suatu ketika, tiga hari berturut- turut sang anak demam, di hari berikutnya akhirnya si anak mengalami kelumpuhan. Setelah diperiksa, ternyata terinfeksi virus polio yang membuatnya lumpuh hingga sekarang.
Sungguh kasihan.
Dari cerita di atas, saya ingin tahu pendapat kawan-kawan, sepakatkah mengatakan vaksin itu haram?
Mari kita renungkan sejenak. Dan saya ingin bertanya, "air apa yang kita minum dan sehari-hari kita gunakan?". PDAM, bukan?
Perlu kita ketahui, air yang diolah PDAM itu berasal dari air sungai. Kita tidak tahu apa saja yang telah mencemarinya. Sampah, limbah dan bahkan kotoran hewan yang najis juga bisa ada di dalamnya. Tapi setelah diolah dan mengalami banyak proses penyaringan, unsur najis yang awalnya banyak terkandung di air sungai, tidak ditemui lagi ada di air akhir PDAM yang kita gunakan. Dan pasti kita tidak lagi meragui masalah kehalalan.
Lalu bagaimana dengan vaksin yang "katanya" mengandung unsur babi?
Baik, sedikit berbagi ilmu. Memang dalam pembuatan vaksin yang berasal dari virus (vaksin juga ada yang berasal dari bakteri) , seperti vaksin polio, ada penggunaan enzim tripsin yang berasal dari babi. Enzim ini digunakan sebagai katalisator pemisah sel/ protein pada virus. Tanpa penggunaan enzim tripsin, vaksin ini tidak akan efektif meransang sistem imun untuk menghasilkan "pasukan" antibody melawan penyakit.
Tapi hal terpenting yang harus diketahui adalah, ketika vaksin itu kita pakai, enzim tripsin tidak terkandung lagi di dalamnya karena telah mengalami proses pembersihan dan pemurnian. Jadi setelah enzim tripsin " melakukan tugasnya", enzim ini dibuang sehingga diproduk akhir, sama dengan air PDAM, vaksin ini telah halal. Tidak mengandung unsur najis lagi.
Di Indonesia, kehalalan vaksin buatan dalam negeri telah di akui oleh MUI. Ya, para alim ulama telah mengakui. Jika demikian, apakah kita masih meragui vaksin dan ingin membahayakan kesehatan si buah hati?
0 komentar:
Posting Komentar