Sumber: http://www.gambarbinatang.com/2009/11/foto-burung-elang.html |
Hari pertama, ia
lepas landas dari ranting pohon. Empat setengah meter dari tanah. Pendaratannya
mencium seonggok kotoran sapi. Bilangan masa, setiap harinya, ia berakhir di
parit, membasuh mukanya yang tak karuan.
Penduduk kawasan
itu tahu betul, bangsa elang adalah penerbang handal lagi berwibawa. Mereka pun
terkenal gesit mencari nafkah. Posisinya berada pada strata tertinggi rantai
makanan. Mendapati Elang Muda yang tak pandai-pandai, penduduk mencibir bahkan
terang-terangan memanggilnya anak ayam.
“Elang hanya
disebut Elang Sejati hingga tubuhnya mengangkasa, mengembangkan sayapnya di
langit luas”, imbuh mereka.
Elang Muda yang belum
punya jam terbang hampir putus asa pada anggapan orang banyak. Beberapa kali
sayapnya patah, terhempas di semak berduri, atau diombangambingkan angin dan
hujan deras.
Dari kisah Elang
Muda ini, jika direfleksikan, mungkin ada di antara kita yang pernah
mengalaminya.
Terkadang, orang
lain meniupkan kata-kata di bawah “sayap” kita untuk menjatuhkan mental dan
menyudutkan semangat. Pertanyaannya, apakah dengan kata-kata itu, kita makin “gerah”
untuk membuktikan diri ataukah “termakan”, putus asa, lalu tak tahu terbang
selamanya.
Orang lain
sepertinya lupa bahwa mimpi itu dapat menjadikan pemiliknya mampu melampaui
lapisan-lapisan litosfer hingga inti bumi, menerobos atmosfer sampai langit ke
tujuh, membelah horizon aurora, bahkan melesat secepat kilatan cahaya.
Mereka hanya
bisa bicara pada hal-hal remeh dan permukaan saja. Menuntut perkara yang bukan
urusannya, alih-alih memotivasi dan membesarkan hati kita dengan hal-hal baik.
Bukankah
mengatakan hal-hal baik akan melahirkan ide-ide untuk kebaikan. Kebaikan untuk
tetap memelihara harapan meski terlihat musykil.
Ah… mungkin dulu
mereka adalah pemimpi akut tapi gagal, lalu lupa caranya bermimpi. Sepertinya
sistem dan mainstream telah
menghanyutkan mereka hingga ke muara yang penuh sampah dan keruhnya pikiran.
Kasihan.
Bila saat ini
kita seperti Elang muda itu, apa yang harus dilakukan?. Well, kita hanya perlu berusaha sedikit lagi untuk membuktikan
darah murni sebagai “Elang Sejati”. Kita akan bertahan dan terus berjuang
bahkan jika sayap-sayap harus diadu dengan angin yang lebih keras, patah lagi, tersuruk, tapi
takkan terpuruk. Hingga kita siap dan pantas terbang tinggi. Teruslah berharap.
Apa yang salah
dengan harapan?, bukankah ia menjadikan sendi-sendi kita lebih bersemangat
dalam hidup?.
Sebagai penutup,
mari resapi pesan Gwenn Stacey (kekasih Spiderman) di hari wisudanya.
“Mudah sekali merasa penuh harapan di hari indah seperti ini. Tetapi ada masa gelap yang menanti kita di depan. Ada kalanya kita akan merasa kesepian- dan itu saat ketika harapan sangat dibutuhkan. Tak peduli betapa sulit masa yang kau jalani, atau betapa menderitanya dirimu, kau akan terus memegang teguh harapanmu. Teruslah bertahan. Kita harus bangkit dari penderitaan. Harapanku untuk kalian, kalian akan menjadi harapan.”
Kota Hujan, 8 November 2015
ditulis oleh: Tonganni Mentia
0 komentar:
Posting Komentar