Find us on facebook

Jumat, 25 Desember 2015

MIMPI SEORANG HITOKIRI BATTOUSAI DAN PARA PERAGU DI SEKITARNYA

Mari duduk sejenak. Kita ingat-ingat lagi tentang mimpi seorang Hitokiri Battousai. Kalau teman-teman kenal anime Samurai X, jelas tahu siapa orang yang saya maksudkan. 


Hitokiri Battousai adalah julukan untuk seorang pembantai yang terkenal sangat kejam menghabisi musuhnya.  Namanya melegenda di seantero Jepang dengan sebuah bekas luka berbentuk X di wajahnya. Kisah ini diceritakan berlangsung sekitar 140 tahun yang lalu pada periode Bakumatsu. Kabarnya, ini diadaptasi dari kisah nyata (https://supermilan.wordpress.com/2011/06/14/ternyata-kenshin-himura-sang-batosai-benar-benar-ada/ )

Perang Boshin menjadi titik balik seorang Hitokiri Battousai. Sejak saat itu, ia berjanji pada dirinya untuk tidak pernah lagi membunuh orang lain, bagaimanapun kondisinya. Jiwanya gelisah dan merasa bersalah pada keluarga orang-orang yang dibunuhnya.
Kemenangan pihaknya melawan para pemberontak menjadi awal dimulainya pemerintahan Era Baru. Era yang membawa harapan hidup yang lebih damai dan diberlakukannya pelarangan menggunakan katana (pedang panjang khas Jepang). Semata agar tidak ada lagi penghilangan nyawa, seolah hidup seorang manusia semurah hewan sembelihan.

Dalam kelelahan jiwa dan raga seusai perang itu, Hajime Saito, seorang samurai lain mengusiknya.
“Kau pikir ini sudah berakhir?. Meski dunia akan berubah, kita semua hidup dan mati oleh pedang. Itu tak kan berubah.” Dengan wajah muak, lelah dan tak ingin diremehkan, Hitokiri Battousai menghunjamkan pedangnya ke tanah. Ia berlalu tanpa kata. Ya, kata-kata memang takkan berguna, sekuat apapun keyakinannya. Ia harus membuktikan bahwa hal yang dipercayainya bukan omong kosong belaka.

Hitokiri Battousai memilih mengembara agar bisa menjalani kehidupan yang lebih tenang. Hingga suatu hari ia bertemu dengan Kamiya Kaoru. Seorang anak dari guru pedang, Kamiya Kasshin. Perguruannya, Kamiya Kasshin Ryu menganut sebuah ideologi


“Pedang bukanlah alat untuk membunuh tapi melindungi.”


Mendengar itu, Hitokiri Battousai seperti menemukan jawaban atas pengembaraannya selama ini. Ada sebuah tempat yang memahami kegelisahannya. Ia sepakat dengan pandangan itu dan mulai percaya pada dirinya. Ketika padepokan Kaoru diserang pasukan musuh, Hitokiri Battousai melawan dengan kayu yang digunakan untuk latihan pedang. Ia tidak menggunakan pedangnya untuk membunuh.


“Sudah jelas, katanya Katana hanyalah alat dan manusialah yang membunuh. Itu masuk akal bukan?. Pedang adalah senjata. Pengguna pedang belajar cara membunuh. Tak peduli apapun yang kau katakan, itulah kebenarannya. Aku percaya itu adalah kebenaran. Tapi, apa yang dikatakan Kaoru, aku suka pemikiran tersebut.”


Hanya beberapa menit, kawanan pengacau itu dilibas dengan melumpuhkan sendi-sendi vital mereka. Atas kekacauan di padepokan, polisi memenjarakan Hitokiri Battousai. Ini kali ketiga Hitokiri Battousai menolong Kaoru. Merasa berutang budi, Kaoru segera menanyakan namanya sebelum ia digelandang ke penjara. “Himura Kenshin” jawabnya. Kenshin artinya jantung pedang.

Di dalam penjara, Kenshin dibebaskan oleh petinggi militer saat itu tapi dengan sebuah permintaan khusus. Ia pun kembali bertemu Hajime Saito yang sudah berpihak kepada pemerintah. Petinggi Militer meminta Kenshin untuk membantu membereskan para penyelundup opium. Artinya, Kenshin harus kembali jadi tukang jagal. Ia menolak meski Hajime Saito melukai pundak kanannya dalam duel di bawah hujan yang deras. Karena tak mampu membujuk, Petinggi Militer meminta maaf dan membebaskannya.

Di luar penjara, Kaoru menunggu Kenshin.

“Kau tak punya tempat tujuan, kan?. Ikut denganku, karena kau telah membantuku”, ajak Kaoru
“Aku mengerti tapi aku adalah seorang Pembantai”
“Aku tak kenal siapa dia. Orang yang kutemui adalah pengembara bernama Kenshin. Semua orang punya masa lalu yang ingin dihapus. Benar, kan?.”
Kenshin terpana beberapa lama. Ia tergugah oleh sikap Kaoru yang mau menerimanya meski ia adalah pembunuh ratusan orang. Sepertinya pengembaraannya berakhir. Impian pada sebuah dunia damai tanpa perlu membunuh nyawa orang lain telah menemukan “rumahnya”.




Kehidupan Kenshin selanjutnya benar-benar diuji oleh orang-orang yang ragu, benci juga meremehkan impiannya.

Apa yang dilakukan Kenshin untuk sebuah impian yang diremehkan oleh para peragu di sekitarnya?.

1. Keyakinan



Ia meyakini bahwa dunia ini bisa damai tanpa perlu saling bunuh. Ia pun percaya pada dirinya bahwa ia bisa mewujudkan harapannya, bagaimanapun orang lain memaksanya untuk menghunus pedang. Bagaimanapun ia harus bertaruh atas nyawanya dan orang-orang yang ingin dilindunginya.

“Cobalah menjadi pendekar pedang dengan membawanya. Kemudian kau akan tahu apa yang kau katakan (impian itu) adalah omong kosong.” ucap Shakku Arai (Ia adalah pembuat pedang yang memberikan Back Blade atau pedang dengan mata pisau terbalik untuk Kenshin. Dengan pedang itu, Kenshin tidak akan membunuh tetapi melumpuhkan musuhnya saja.)


2. Kesungguhan



Ilmu pedangnya sudah terlatih bertahun-tahun. Ia bisa saja kembali lagi pada kebiasaan lamanya karena memang mudah saja melakukannya. Jurus pamungkasnya Hiten Mitsurugi Ryu sewaktu-waktu dapat saja ia hempaskan pada musuh-musuhnya namun ia mulai dengan memasang benteng yang kokoh. Pedang Back Blade adalah tameng agar ia bisa selalu ingat dan berpegang teguh pada pandangannya. Beberapa kali ia bertemu orang-orang yang masih saja hendak “mengaduk air yang tenang”

Takeda Kanryu
Pengedar opium yang membujuk Kenshin menjadi Pembantai dengan uang yang banyak tapi Kenshin tidak goyah.

Takani Megumi
“Aku yakin tangan itu telah banyak mengambil nyawa orang. Bekas luka itu, kau bangga memilikinya?. Mungkin luka itu semacam medali.” ucap Megumi sinis

Gein
“Dugaan yang bodoh. Tidak menarik karena orang seperti kita tak punya kedamaian. Kau harus membunuh untuk bertahan. Kau takkan bisa melakukannya dengan pedang Sakaba.”
Kenshin mengalahkan Gein dengan melukai lengannya.

3. Konsistensi

Bersama keyakinan dan kesungguhan untuk mewujudkan impiannya, Kenshin juga memiliki kekuatan agar impiannya tetap terjaga. Ia berjanji pada dirinya untuk tidak lagi membunuh dan ia terus menjaganya. Di samping itu, ada sosok Kaoru, seseorang yang selalu mengingatkannya ketika ia mulai terpancing menebas leher para penyamun.

Udo Jin-e
Orang yang satu ini benar-benar menguji kesabaran Kenshin. Ia menculik Kaoru dan melumpuhkan pernapasan dalam paru-parunya. Kenshin harus membunuhnya dalam 2 menit agar Kaoru selamat dari mantra. Tak ada pilihan lain. Ia harus menjadi Pembantai lagi. Detik-detik Kenshin menghunus pedang, Kaoru tiba-tiba berteriak. Ia mampu melawan mantra dan menghalangi niat Kenshin.

“Kumohon jangan menjadi Pembantai lagi!. Jangan bunuh dia!. Kau tak harus membunuh. Kau, demi mereka yang sudah mati, kau, demi mereka yang sudah kau bantu, jangan membunuh lagi. Kau bisa membantu orang lain. Bukankah itu tujuan Kenshin di dunia baru?.”

Berhasil. Kenshin tak jadi membunuh. Ia hanya mematahkan sendi siku dan otot di sekitarnya namun musuhnya mati dengan harakiri alias bunuh diri. Saat itu, Hajime Saito muncul dan masih saja mempertanyakan kesungguhan Kenshin. 
“Kau takkan bisa membawa keadilan dan kedamaian tanpa membunuh. Apa kau bisa?.”


“Saat orang membunuh, ada dendam yang lahir. Biarkan orang bunuh diri. Sampai dendam itu terputus, itulah tujuan pedangku” jawabnya. 






1 komentar:

Beuh, kayaknya film ini membekas banget.. hehe
keren sih emang..

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More