Find us on facebook

This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 30 November 2015

Rindu dan Taat

Menyatukan kesucian niat

            Hari-hari yang telah dilalui, kejadian demi kejadian yang telah dilewati adalah sebagian kisah yang telah terekam, dalam catatan abadi. Seperti kerinduan yang makin menyeruak dalam sanubari, perlahan menerobos dinding-dinding keimanan yang mencoba mencari tempat untuk bersandar.

            Rindu, adalah kata yang masih kucoba untuk menerjemahkannya dalam tulisan-tulisan sederhana. Pun, tak pernah kutahu arti rindu yang sebenarnya, meski hanya sebatas rasa yang entah hadir dari mana. Tapi, perlahan kucoba untuk merapalnya, mengingat-ingat kembali sebentuk asa yang pernah singgah.

            Rindu, kini kutahu, ia merupakan sebuah rasa yang menyebar dalam dada lalu perlahan mengakar menembus batas-batas akal yang mengendalikannya. Ya, itulah Rindu. Ia bisa menjadi indah, juga bisa menjadi sekumpulan sampah tak berguna, bahkan dosa berujung hina.

Taat, disinilah ia harus hadir bersama rindu. Untuk senantiasa menemaninya agar tidak melewati batas-batas tentang kerinduan. Taat pada Allah, adalah pengekang rindu. Ia bagaikan obat bagi yang sakit, dan air bagi orang yang haus.

Peluklah rindu dengan taat pada Allah, agar senantiasa; terjaga, terarah, dan terlindungi dari hawanafsu semata.


Rindu dan taat, moga ia membawa kita pada kesucian niat.

Penting Untuk Diketahui (Orang Tua)

Seorang anak kecil berusia tujuh tahun terduduk lemas tak berdaya dikursi roda. Matanya terlihat sayu, tapi bibirnya masih bisa tersenyum ria.

Meski telah berumur tujuh tahun, tapi sang anak belum juga mengecap bangku sekolah. Normalnya, anak ini telah duduk di kelas satu. Belajar membaca dan menulis seperti teman sebayanya.

Tapi tidak. Sekali lagi tidak. Dia tidak sekolah. Bukan karena tidak ada biaya. Melainkan orang tua yang tak bisa menjadi penyambung kaki untuknya. Ya, orang tua yang bekerja sebagai buruh, tak bisa mengantar dan menjemputnya ke sekolah.

Kasihan sekali dia. Lumpuh menghampiri bukan karena salahnya, melainkan kesalahan kedua orang tua. Karena tidak tahu, akhirnya kata orang saja yang diikutinya.

" Vaksin itu haram karena ada unsur babinya". Itulah yang didengar si orang tua. Jadi ketika bayi, dia tidak di bawa ke posyandu untuk mendapatkan vaksin yang seharusnya ia dapatkan untuk kekebalan dan perlindungannya dari penyakit yang membahayakan.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Suatu ketika, tiga hari berturut- turut sang anak demam, di hari berikutnya akhirnya si anak mengalami kelumpuhan. Setelah diperiksa, ternyata terinfeksi virus polio yang membuatnya lumpuh hingga sekarang.

Sungguh kasihan.

Dari cerita di atas, saya ingin tahu pendapat kawan-kawan, sepakatkah mengatakan vaksin itu haram?

Mari kita renungkan sejenak. Dan saya ingin bertanya, "air apa yang kita minum dan sehari-hari kita gunakan?". PDAM, bukan?

Perlu kita ketahui, air yang diolah PDAM itu berasal dari air sungai. Kita tidak tahu apa saja yang telah mencemarinya. Sampah, limbah dan bahkan kotoran hewan yang najis juga bisa ada di dalamnya. Tapi setelah diolah dan mengalami banyak proses penyaringan, unsur najis yang awalnya banyak terkandung di air sungai, tidak ditemui lagi ada di air akhir PDAM yang kita gunakan. Dan pasti kita tidak lagi meragui masalah kehalalan.

Lalu bagaimana dengan vaksin yang "katanya" mengandung unsur babi?

Baik, sedikit berbagi ilmu. Memang dalam pembuatan vaksin yang berasal dari virus (vaksin juga ada yang berasal dari bakteri) , seperti vaksin polio, ada penggunaan enzim tripsin yang berasal dari babi. Enzim ini digunakan sebagai katalisator pemisah sel/ protein pada virus. Tanpa penggunaan enzim tripsin, vaksin ini tidak akan efektif meransang sistem imun untuk menghasilkan "pasukan" antibody melawan penyakit. 

Tapi hal terpenting yang harus diketahui adalah, ketika vaksin itu kita pakai, enzim tripsin tidak terkandung lagi di dalamnya karena telah mengalami proses pembersihan dan pemurnian. Jadi setelah enzim tripsin " melakukan tugasnya", enzim ini dibuang sehingga diproduk akhir, sama dengan air PDAM, vaksin ini telah halal. Tidak mengandung unsur najis lagi. 

Di Indonesia, kehalalan vaksin buatan dalam negeri telah di akui oleh MUI. Ya, para alim ulama telah mengakui. Jika demikian, apakah kita masih meragui vaksin dan ingin membahayakan kesehatan si buah hati? 


Minggu, 29 November 2015

Maaf Na!

Sumber : https://kahoda.files.wordpress.com/2010/01/shalat.jpg


Perlahan-lahan bus dengan kelas ekonomi  yang membawa tubuhnya bergerak perlahan. Diiringi senja yang hampir purna.  Mundur satu jam dari jadwal keberangkatan bus yang seharusnya. Kalau saja pantas, ia pasti sudah memaki atau menyalah-nyalahkan agen bus dengan berbagai dalih mengingat pentingnya ia naik bus dan harus segera sampai ke tempat di mana ia dilahirkan. Tetapi itu tak akan pernah membuat bus segera berangkat. Diam dan terus melafalkan do’a adalah cara terbaiknya. Kalau saja, ya kalau saja uang yang menghuni dompet lusuhnya cukup untuk naik pesawat pasti sudah ia lakukan. Namun lagi-lagi kenyataan menghempas perih dadanya. Dua belas jam ke depan, lelaki tinggi kurus dan rambut ikal itu akan berteman dengan dengung musik tradisional Sunda. Mungkin Sopirnya asli suku Sunda sehingga musik yang diputar khas sukunya.

Hatinya terus saja gelisah. Kekhawatiran benar-benar menyanderanya. Ia anak lelaki satu-satunya. Kehadirannya bisa jadi merubah keadaan, namun bisa jadi akan memperkeruh keadaan. Keputusan untuk pulang lebih kepada untuk menuntaskan rasa penasaran dan berharap mampu menjawab segala tanya yang terus merasuki otaknya.

Lampu-lampu yang berderet-deret di jalanan kota yang dilewati tak sanggup mengurai pendar rasa yang ia punya. Mata yang ia bujuk untuk terpejam pun mental. Rasa kantuk tak berhasil ia hadirkan. Padahal ia berharap lelap mampu membuat semuanya terlupa. Berkali-kali ia meneguk air mineral untuk meredam gejolak yang terus mengombak. Hasilnya, nihil. Gejolak itu masih sama.

Perjalanan menjadi berasa lebih lama dan membosankan. Seandainya ada penumpang lain yang ada di sebelahnya mungkin ia takkan se risau ini. Paling tidak ia bisa mengalihkan kegalauannya dengan mengajak ngobrol orang disebelahnya.

Lelaki itu mengambil ponsel dari saku jaketnya. Bukan ponsel canggih seperti sekarang ini melainkan ponsel monokrom edisi lama sekali, mungkin bisa dikategorikan benda unik. Benda itu merupakan salah satu benda berharga yang ia punya. Itupun ia peroleh dengan perjuangan yang heroik sekali. Orang lain berburu ponsel pintar sedang ia berburu ponsel murah. Benda itu bergetar. Ia tersenyum kecut. Getaran yang memberitahukan pesan dari adiknya itu membuatnya semakin ciut nyali.

Perjalanan baru berkisar tiga jam. Namun rasanya sudah seperti berhari-hari. Bus berhenti di sebuah rumah makan. Memberikan jeda sekaligus kesempatan untuk beribadah dan makan. Lelaki itu memilih yang pertama, beribadah. Meski Tuhan masih sering mengabaikan do’anya, namun ia tetap memegang prinsip yang diajarkan oleh ibunya. Ia tak pernah tahu dan barangkali takdirnya memang demikian. Setengah jam waktu yang diberikan oleh sopir ia habiskan di bangunan kecil pojok area ini. Menumpas segala pelik kehidupan yang telah dijalani. Ia sedang mengadu, sedang bercerita, berharap segala rona yang menggelora berangsur padam lalu tenang.

Bus melaju kembali. Perlahan membelah jalanan khas bus ekonomi. Kantuk mulai menyerangnya, kemudian ia mengucap kalimat syukur sebagai ungkapan terima kasihnya atas dikabulkannya do’a. Namun sepertinya Tuhan masih punya rencana lain untuk terus menguatkannya dengan ujian selanjutnya. Bus mendadak berhenti. Bau tak sedap membangunkan lelaki kurus itu. Kondektur menginstruksikan kepada seluruh penumpang untuk turun.

“Mohon maaf bapak, ibu, mas, mba, adik, atas ketidaknyamanan ini. Bus tidak dapat melanjutkan kembali. Rem mobil bermasalah, ban mobil pecah, kami lupa membawa gantinya. Terpaksa para penumpang sekalian untuk beristirahat di masjid seberang sambil menunggu bus selanjutnya, nanti jam sekitar jam empat pagi.”

Pernyataan kondektur itu bagai sayatan pisau di kulitnya. Perih. Ia tergugu dalam kepasrahannya. Ia benar-benar tak mengerti kenapa ada saja yang menghalanginya. Bukankah niatnya baik? Atau jangan-jangan kepulangannya hanya menuruti ego dan emosinya? Ia seperti orang linglung. Mondar-mandir mencari jawaban, namun angin masih membisu tak memberikan pertanda, jangankan jawaban.

Akhirnya ia pun memutuskan untuk mengikuti jejak penumpang lain. Menunggu bus selanjutnya.
Adzan subuh berkumandang. Membelah pagi, mengajak manusia untuk bangun dari  mimpi. Kepasrahan membuat lelaki itu terlelap cukup panjang. Dan hasilnya, ia terbangun sendirian. Penumpang bus yang lain sudah tak ada. Artinya ia tertinggal bus. Ingin rasanya  berteriak marah namun tempatnya berada jelas tak berkenan.  Ia menangis. Bayang-bayang masa lalu terus bermunculan. Menambah sesak di dadanya. Sentuhan tangan muadzin yang di bahunya membuatnya tersadar. Ia harus bergegas.

Lelaki itu masih berada di masjid padahal matahari mulai mengintip di sela-sela ventilasi dan jendela. Bukan tidur bukan pula mengaji atau berdzikir. Ia masih menimbang-nimbang keputusan mana yang akan di ambil.

Na, abang ga jadi pulang. Maaf. Tuhan berkehendak lain. Abang ga bisa bawa kamu pergi dan mencegah pernikahan bapak. Meski Na ga suka tapi kalau ibu tiri itu baik, tetaplah ikut denganya Na. Abang ga janji, tapi akan terus berusaha untuk punya penghasilan lebih, biar kelak bisa bawa Na pergi. Bapak tidak mengkhianati ibu Na. Maafkan abang Na.”

Lelaki itu kemudian berkemas selepas berita terkirim pesan mendarat di ponsel buntutnya. Ia memutar balik arah tujuan. Kembali ke rantau dan bekerja sebaik-baiknya. Sungguh ia benci menjadi lelaki pencari alasan, namun itulah alasan yang tepat agar luka orang-orang yang dicintainya tidak semakin bertambah.

Oleh : Ai'



Jumat, 27 November 2015

Tentang Novel 'Ayah'





Judul : Ayah
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Tahun terbit : 2015
Jumah Halaman : 396

Sejak pertama kali menjumpai novel ini diantara deretan koleksi buku temanku di kamarnya, tak ada niat untuk membacanya. Namun, saat itu kepalaKu sedang pening, dan entah kenapa satu-satunya buku bergenre novel di kamar temanku itu adalah Novel ini. Karena novel ini, sedikit lebih “ringan” dibandingkan buku lain yang tersedia disitu.

Tak ayal, tanganku mencoba mengambilnya. Dengan niat, meringankan pening di kepala. Aku mulai membaca lembar demi lembar. Namun sayang, tak sampai lima lembar, aku sudah menaruhnya. Entah karena kepala sedang pening, ditambah ‘bahasa’ dalam novel ini agak sedikit berbelit-belit kurasa. Masih pengenalan awal tetang sang Tokoh Sabari dan kucing-kucingnya. Bagian awal buku ini terasa membosankan.

Kamis, 26 November 2015

Kalian Tahu Nggak Sih, Guru itu Artinya Apa?

Guru Indonesia
Guru Indonesia
Jika saya bertanya, "Ada yang tahu artinya guru?" 

Maka saya yakin sekali, jawabannya itu: "Guru adalah orang yang bertugas mengajar di sekolah. Memberikan pelajaran dan pendidikan yang baik. Disana, di sekolah, ada bermacam-macam guru, ada guru Matematika, Bahasa Indonesia, Olah raga, dan sebagainya. Guru mengajar sesuai bidang dan kemampuannya masing-masing." 

Yang lebih luas, orang-orang akan menjawab, "Guru adalah sesiapa saja yang memberikan ilmu kepada kita. Dan ilmu itu luas sekali cakupannya. Maka semua orang adalah guru!" 

Okelah, keduanya memang benar dan tidak bisa disalahkan, toh? Itulah arti guru yang ada di kepala kita masing-masing. 

Tapi tahukah kalian arti guru sebenarnya?

Ia, guru, berasal dari bahasa Sanskerta, yang secara harfiah artinya adalah 'berat'. Nah, memang begitu adanya, pekerjaan seorang guru itu berat. Mengajarkan, juga mengarahkan, semua peserta didiknya ke arah yang benar. Dan untuk melakukan itu semua, ia sudah harus dipastikan dulu berada pada jalan yang benar. Maka seharusnya, memilih seorang guru itu tidak boleh asal-asalan. 

Guru dalam beberpaa ajaran Agama

Dalam agama Hindu, guru tuh simbol sebuah wadah yang berisi kebaikan. Ia bertugas mengajarkan kebenaran dan kesucian jiwa. Sehingga output yang diharapkan adalah generasi yang dekat ke Tuhan. Begitupun dalam agama Buddha. Arti guru tak jauh-jauh beda, adalah orang yang mengajak pada kebenaran dan jalan kebaikan. 

Dalam agama Sikh (saya nggak tahu ini agama apa), guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting lagi. Orang India, Cina, Mesir, dan Israel menerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang imam atau nabi. 

See, guru memiliki arti penting dalam beberapa ajaran agama dan memang berat sekali tugas mereka, bukan? Karena hal inilah, dalam ajaran agama manapun, guru selalu menjadi orang yang seharusnya dihormati dengan baik dan dijadikan teladan. 

Bagaimana dengan kondisi guru yang ada di Indonesia? 

Jujur saja, di negera kita ini, guru masih belum mendapatkan tempat yang layak. Profesinya masih dinomor enam belaskan. Kalah jauh dibandingkan profesi lain. Padahal, kalau mau jujur, semua profesi lain itu tidak akan maksimal jika tidak ada guru. Apa pasal? Karena manusia-manusia yang mendudukinya adalah produk dari pendidikan yang guru lakukan di sekolahnya dulu. 

Contoh simpelnya, bahwa guru masih belum mendapatkan perhatian yang layak adalah gaji mereka yang tak seberapa. Jangankan guru honorer! Guru PNS saja gajinya minim sekali. Akibatnya? Mereka tak maksimal mengajar. Sibuk mencari penghasilan tambahan. 

Saya bahkan pernah mengajar selama setahun di pedalaman dan mendapati bahwa gaji guru disana minim sekali. Ada guru honorer yang gajinya hanya 150ribu sebulan. Bayangkan saja, uang sebanyak itu bisa digunakan untuk apa? Untuk makan sebulan? Mana cukup! Apalagi, gaji itu baru keluar justru tiga bulan sekali. Ini kan benar-benar menyedihkan. 

Saya sempat membayangkan, bagaimana ya jika guru seluruh Indonesia melakukan aksi dengan mogok mengajar selama sebulan atau dua bulan? Biar pemerintah tahu, bahwa keberadaan mereka benar-benar urgent dan sangat-sangat dibutuhkan. 

Rabu, 25 November 2015

Sensei, Arigatou!

Kalau ditanya, “apa masalah utama pendidikan kita hari ini?”, mungkin ada beragam jawaban. Fasilitas sekolah tidak memadai. Kualitas mengajar guru belum memenuhi standar. Kesejahteraan profesi guru jauh di bawah pekerjaan lain. Penetapan kurikulum layaknya cuaca yang tidak menentu. Materi pelajaran terlalu banyak. Masih ada?. Saya kira ini tidak akan habis dibahas sekali duduk. Saya mencoba memilih dari sekian pilihan masalah yang ada di negeri kita lewat internet untuk bahan tulisan. Banyak bener. Lama-lama nafas saya sesak juga membacanya.

Lalu, saya mencari perbandingan dengan sistem pendidikan di negara lain. Kalau yang ini, apalagi. Sepertinya tak adil membandingkan pakem yang diberlakukan pemerintah dengan apa yang ada di luar. Dari sisi kesadaran pemerintah dan masyarakat akan pentingnya pendidikan saja sudah beda. Belum tingkat kemajuan negara dan kualitas sumber daya. Dibenturkan dengan budaya ketimuran pun  masih butuh penyesuaian. 

Jadinya, saya terhenti di sebuah tulisan tentang seorang guru SD yang menyandang tetra melia, kelainan yang membuatnya  tidak punya lengan dan kaki. 

Hirotada Ototake, namanya. (http://ototake.com). Ketika baru saja dilahirkan, ia tidak langsung dipertemukan dengan ibunya. Ayahnya menunggu sampai tiga minggu. Ternyata, tidak seperti yang dikhawatirkan, ibunya justru bahagia dan menerima Oto-chan sepenuhnya.

Kondisi Oto-chan ini tidak membuat kedua orang tuanya patah arang. Mereka membesarkan Oto-chan selayaknya anak “normal”. Ia didaftarkan di sekolah umum meski ia bisa saja memilih sekolah khusus.

Ia tumbuh menjadi anak yang aktif dan percaya diri. Meski harus bekerja lebih keras dari orang-orang “normal” lainnya, ia tak ingin dikasihani. Sebisa mungkin melakukan hal secara mandiri.
Bagaimana ia beraktivitas?. Ia menggunakan kursi roda yang modelnya didesain khusus untuk mendukung kebutuhannya.

Oto-chan lulus dari Jurusan Komunikasi, Universitas Waseda, kampus dengan urutan ke-25 terbaik se-Asia. Lalu melanjutkan pendidikan keguruan di Universitas Meisei.

Ia pernah menjadi narator drama di TK, lay-outer mading di SD, ketua OSIS di SMP, manajer klub sepak bola di SMA, dan berbagai kegiatan kampus saat kuliah. Semua dilakukannya dalam kondisi tubuh yang kata orang “tidak normal” itu.

Kisah tentang kehidupannya tertuang dalam novel autobiografinya yang ditulisnya sendiri. Buku berjudul “Daijoubu 3 Kumi” meledak di pasaran hingga 4,5 juta kopi di tahun 1998 dan menjadi buku terlaris ketiga sejak Perang Dunia II. Filmnya dirilis tahun 2003 berjudul “Daijoubu 3 Kumi” dimana ia memerankan tokoh dirinya sendiri. 

Mengenal seorang guru dengan keterbatasan fisik seperti Oto-chan semoga membuat kita mau memulai menjadi lebih baik. Jika kita adalah guru, untuk hari-hari yang berlalu dan belum mampu memberikan yang terbaik untuk siswa-siswi kita, katakan "Daijoubu" (gak apa-apa). Kita akan berusaha memperbaiki metode mengajar dan belajar lebih keras dari sebelumnya. Untuk apa?. Untuk mengurai keluhan-keluhan pada masalah pendidikan di negara kita dengan tindakan sederhana. Untuk siswa-siswi kita

Juga, kepadamu, untuk membuat kami, siswamu, menjadi seseorang di tempat kami dibutuhkan dan ikut berkarya bagi bangsa ini, "Sensei, Arigatou" (Guru, terima kasih).

“Beberapa orang dilahirkan dalam keadaan utuh tetapi kemudian menyesali kehidupannya. Beberapa orang, yang sekalipun dilahirkan tanpa tangan dan kaki, menjalani hidupnya di dunia ini tanpa memedulikannya sama sekali. Kondisi cacat tidak ada hubungannya sama sekali dengan kebahagian”. Hirotada Ototake

Hirotada Ototake

Senin, 23 November 2015

BATU YANG DILEMPAR

http://www.http://kfk.kompas.com/kfk/view/22221
Akhirnya setelah beberapa menit berjalan, kini Aku dapat duduk dengan nyaman. Di sinilah Aku sekarang. Di dalam Bis antar kota yang akan mengantarkanku menuju kampus pusat yang sebenarnya hanya bersebelahan dengan kota dimana Aku tinggal.

Cukup sesak bis ini. Aku duduk di samping jendela dengan 2 penumpang perempuan di sebelahku. Entah mengapa setiap berdekatan dengan makhluk yang namanya perempuan, Aku merasa canggung dan tidak nyaman. Mungkin orang lain akan menganggap Aku kuper dan sebagainya. Namun beginilah Aku apa adanya. Mata ini Aku arahkan ke luar jendela bis ini. Ya, melihat jalan dengan berbagai jenis mobil yang melintas.

Pandanganku tertuju pada sisi jalan tol ini. Deretan pohon-pohon rindang yang menyejukkan mata. Nun jauh di sana ada hamparan sawah yang membuat diri ini merenung dan menerawang jauh. Jauh melewati ruang dan waktu. Jauh menuju lebih dari 15 tahun yang lalu sebelum diri ini menginjakkan kaki di kota tempat Aku hidup dan belajar ini yang dikenal sebagai Kota Santri dan Kota Baja.


*************************************
Seperti biasa, sore ini Aku berlari menuju rumah kawanku di tengah sawah itu. Hampir tiap sore Aku bermain di sana. Senang rasanya setiap hari bercengkrama dengan kawan-kawanku. Berlari di tengah sawah yang baru saja dipanen. Tidur-tiduran di sana. Ah.... senang rasanya.

Sesekali kami bermain ke sungai. Permainan yang sangat seru adalah melempar batu. Kalian tahu seperti apa permainannya? Batu dilempar ke sungai dan siapa yang lemparannya paling jauh maka dialah pemenangnya. Batu yang dilempar akan melompat-lompat di atas air. Aku dengan susah payah mencoba agar batu itu dapat melompat. Ah.... ternyata sulit juga. Aku hanya bisa menjadikan batu itu melompat sekali. Sepertinya Aku memang tidak bisa melakukan hal ini.
*************************************

TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINNNNNNNN............................
Bis mengerem mendadak. Ah.... hal ini sukses membuyarkan lamunanku. Seketika Aku tersenyum. Betapa menyenangkannya masa kecilku. Semua keceriaan itu masih terlihat jelas di mataku.

Tunggu dulu...
Kalau Aku cermati sebentar. Ada hikmah dari sebuah permainan yang sering Aku lakukan dahulu.

Ya....
Melempar batu

Melempar batu??? Apa maksudnya? Hikmah macam apa?

Ayat-ayat Allah berupa ayat kauniyah dan ayat qauliyah. Segala yang ada di dunia ini dan isinya merupakan ayat kauniyah Allah. Banyak ilmu dan pelajaran yang dapat kita petik hikmahnya.

Batu ibarat sebuah keputusan. Melempar adalah perbuatan yang dilakukan. Ketika kita menentukan keputusan dan melakukan keputusan itu, pasti akan ada dampak yang diperoleh baik berupa kebaikan ataupun keburukan. Ketika kita melakukan kebaikan, maka akan berbuah kebaikan. Begitupun sebaliknya. Setiap keputusan yang kita ambil, setiap perbuatan yang kita lakukan pasti akan berpengaruh pada diri kita dan akan menjadi langkah kecil menuju suatu tempat ataupun tujuan.

KAMPUS....KAMPUS....
Oke, waktunya turun dan melanjutkan kehidupan ini. Semoga segala keputusan dan perbuatan yang selama ini sudah diambil semakin mengarahkan diri ini menuju kebaikan. Aamiin....

#sepenggal_kisah_hari_ini

Minggu, 22 November 2015

PASRAHKAN SAJA



19 oktober 2015, sempat kesal saat seorang teman memberitahu bahwa pada tanggal 21-22 oktober aku harus mengikuti pelatihan dan sudah ada surat undangannya yang tercantum namaku. Dimana pada tanggal itu adalah jadwal aku libur. Seperti biasa setiap libur aku sudah mempunyai rencana di luar pekerjaan yang sudah kususun agar hari liburku berarti dan bermanfaat. Mulailah aku galau, gelisah, gundah, bimbang dan bingung. Karena jika aku diharuskan mengikuti pelatihan itu maka semua rencana yang telah aku susun harus aku revisi ulang agar semua rencana yang telah aku siapkan tak gagal dan batal begitu saja karena pelatihan itu. Karena bingung maka aku pun menceritakan hal tersebut kepada orang terdekat. Ada yang menanggapinya dengan positif tetapi ada juga yang menanggapinya negatif. Tanggapan positifnya adalah “ya sudah terima saja. Toh tak ada salahnya. Ada manfaatnya kan?” begitulah kata-kata ibu saat aku menceritakan kegalauan hati karena pelatihan itu. Tetapi tanggapan negatif yang aku terima adalah “kalau kaya gitu terus waktu libur kamu kapan? Emang ga ada orang lain? Kalau kaya gitu kenapa gak pindah aja?” tanggapan seorang teman melalui sebuah pesan. Pertanyaan kepindahan yang jujur tak aku suka. Mengapa? Karena jika aku selalu berpikiran seperti itu setiap ada sesuatu maka itu bukanlah suatu solusi yang bagus. Lalu apakah jika aku pindah maka aku akan pasti mendapatkan yang lebih baik? Belum tentu bukan? Maka pindah bukanlah suatu solusi. Kecuali jika ada jaminan kepindahan tersebut akan membuat semuanya menjadi lebih baik lagi. Silakan saja.

Disaat yang sama pula aku menerima kabar tentang jadwal uts kuliah yang maju mundur. Dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 25 oktober dimana pada tanggal itu aku masuk malam dan berarti mengikuti uts setelah aku lepas malam. Aku tak bisa membayangkan menghadapi soal-soal setelah semalaman tak tidur dan kemudian malamnya lagi aku masih harus terjaga dari tidur. Berusaha meminta agar uts tidak dilakukan pada tanggal itu kepada pihak kampus. Namun teman-teman banyak yang mendukung di tanggal tersebut.

Ya sudah pada akhirnya aku hanya bisa pasrah dan menerima. Mau tak mau dan suka tak suka hanya itu yang bisa aku lakukan. Karena usaha sudah aku lakukan dengan meminta agar uts tidak dilakukan pada tanggal tersebut. Pasrah menerima kabar tentang pelatihan yang akan mengambil hak liburku dan juga pasrah jika memang aku harus mengikuti uts setelah lepas malam. Akhirnya aku hanya bisa pasrah dan berdoa agar aku tidak jadi pelatihan dan juga uts diundur atau aku berharap yang terbaik yang Allah SWT berikan kepada ku. Hanya doa dan pasrah yang bisa aku lakukan setiap menghadapi hal seperti itu.

Namun satu hari sebelum pelatihan itu sang atasan bertanya kepada ku, apakah aku sudah tau tentang pelatihan itu maka aku jawab saja “sudah, itu pelatihan yang beda atau sama kaya bulan lalu yah?” mengingat sebelumnya aku pernah mengikuti pelatihan beberapa bulan lalu yang sama dengan yang akan aku lakukan esok. “oh emang iyah yah. Udah pernah yah? Yaudah ntar dicoba cari yang lain deh” itulah tanggapan dari sang atasan. Memang sang atasan tak mengetahui kalau beberapa bulan lalu aku pernah mengikuti pelatihan itu karena saat itu ia sedang tak di tempat. Kalau pun memang harus tetap aku yang mengikuti pelatihan itu ya sudah aku akan mengikutinya. Sudah ku pasrahkan semuanya dan menerima. Yang agak sulit adalah aku harus mengganti rencana yang telah aku susun sebelumnya, jauh sebelum ada undangan pelatihan itu. Agar semuanya berjalan dan tak ada yang dikorbankan karena sebab apapun. Revisi rencana pun telah aku siapkan kalau-kalau aku harus tetap mengikuti pelatihan itu. Sore harinya kabar baik aku terima melalui pesan singkat dari sang atasan bahwa aku tidak jadi diikutkan dalam pelatihan itu dan digantikan dengan orang lain. Alhamdulillah aku senang sekali menerima kabar tersebut. Kepasrahan membuahkan hasil yang baik. Subhanallah buah dari sebuah kepasrahan.

Pelaksanaan uts pun demikian. Beberapa hari sebelum tanggal 25 oktober yang direncanakan akan dilaksanakan uts pun berubah. Karena belum semua soal tersedia dan teman-teman lebih banyak yang tidak setuju jika hanya beberapa mata kuliah saja yang di uts kan. Akhirnya uts pun di undur dan batal dilaksanakan pada tanggal 25 oktober tersebut. Alhamdulillah puji syukur aku panjatkan. Buah dari kepasrahan yang terjadi untuk di kedua kalinya di momen yang hampir bersamaan. Subhanallah sekali. Awalnya jika pelaksanaan uts tersebut tetap dilaksanakan pada tanggal 25 oktober maka aku harus menyiapkan fisik dan mental agar kesehatanku tetap terjaga untuk bekerja sebelum uts dan menghadapi uts itu sendiri. Persiapan lain pun tentunya sudah aku lakukan takut-takut kalau uts itu tetap terjadi pada tanggal tersebut. Tetapi subhanallah kabar baik yang aku terima sesuai dengan keinginanku. Terima kasih ya Allah atas segala Engkau berikan kepadaku. Karena hamba yakin yang Engkau beri untukku adalah yang terbaik untukku.

Sabtu, 21 November 2015

GULAKU,KESEHATANKU

Diabetes adalah kata yang tidak asing lagi ditelinga kita. Hampir semua orang dewasa mengerti arti kata diabetes.

 Menurut KBBI :
Diabetes adalah penyakit yang ditandai dengan sekresi dan ekskresi urine dalam jumlah yang banyak serta adanya gangguan metabolisme karbohidrat karena kelenjar pankreas yang tidak mampu menyekresi insulin yang cukup dengan gejala : gula berlebih dalam urine, turunnya bobot badan, selalu haus dan lapar, serta banyak kencing.

Beberapa pertanyaan bermunculan, Mengapa seseorang bisa terkena penyakit diabetes ?
Berapa gram gula yang seharusnya kita konsumsi dalam sehari ?
Makanan apa yang menjadi penyebab penyakit ini ?
Apakah karena sering memandang dia yang terlalu manis akhirnya terkena diabetes ?

Dan akhirnya setelah melihat gambar dipost ini, anggukan kepala tanda mengerti pun terjadi. Iya apa iya ??? hehehehe...

Tanpa kita sadari, minuman yang berada disekitar kita merupakan penyebab dari penyakit gula yang paling banyak menyerang orang dewasa diusia 40 tahun keatas.
Mulai dari Teh, kopi, minuman soda serta minuman kaleng yang dijual dietalase toko dalam keadaan dingin dan paling banyak diminati oleh orang yang kehausan ditengah terik matahari.

*The American Heart Association merekomendasikan bahwa asupan gula untuk wanita tidak boleh lebih dari enam sendok teh sehari (100 kalori), untuk pria sembilan sendok teh (150 kalori) per hari.
*Dr Parul R Sheth, seorang ahli biokimia mengatakan bahwa gula yang ditambahkan ke makanan  hanya boleh sebanyak tujuh gram gula atau satu sendok makan.

Gula yang berada dalam makanan dan minuman disekitar kita bukan hanya berasal dari gula murni tetapi berasal pula dari buah-buahan yang manis. Jadi, takaran gula yang masuk kedalam tubuh kita harus diatur sebaik mungkin. Konsumsi gula secukupnya atau lebih baik konsumsi saja air putih. hehehe...

Benar kata pepatah "Berlebihan itu tidak baik",
Jaga kesehatan. Gulaku, Kesehatanku.

Jumat, 20 November 2015

[Para] Burung

                       Kurang Lebih sebelas hari menuju bulan baru Desember tahun dua ribu lima belas. Dimana sudah memasuki musim hujan dan segelintir kenangan bersama mantan. Tidak bermaksud bercanda hanya saja beberapa baper ternyata menjelma ke dalam bait kata yang terketik mengalir begitu saja. [Hehe]
                      “I always wonder why birds stay in the same place when they can fly anywhere in the earth. Then, I ask the same question into my self” sebait kalimat yang kutemukan dalam satu situs sosialita, tanpa sengaja tentunya.
                     “Aku selalu penasaran kenapa burung – burung  tinggal di tempat yang sama padahal mereka bisa terbang ketempat manapun di bumi ini. Lalu aku menanyakan pertanyaan yang sama pada diriku.” Kira – kira seperti itulah translatenya dalam bahasa Indonesia.
                   Well, di sela mendung senja ini. Aku mengingat seorang drawer dan guru matematika yang mengaku menyukai bahkan sangat jatuh cinta pada kata – kata ini. Ia pun bahkan sempat membuatnya menjadi Display Picture di Blackberry Massanger nya beberapa kali. Entah karena ia tak tahu jawaban dari pertanyaan atau pernyataan itu. Atau karena ia penasaran, bahkan atau alasan lain. Melayangkan  atau – atau alasan di luar akal pikiran orang lain pun, aku tak tahu.
                   Dan aku mempersembahkan sebuah tulisan opini omong kosong ini kepadanya, sesosok hastag Nightformiya kesukaannya. Semoga kita beda pendapat ya, kakak.

                  Kenapa seseorang/seekor burung yang tertera di atas memilih tinggal di satu tempat? Bahkan seperti yang kita pahami, seekor burungpun dapat melebarkan sayap dan pergi kemana pun ia mau. Tapi direalita ini, burung tersebut memilih tinggal.
                  Satu  jawaban sederhana dariku, Karena mereka membutuhkan satu tempat untuk pulang dan kembali ke suatu tempat yang biasa disebut rumah. Tak peduli seberapa kali dihujat, atau berapa kali kamu mengolok – olok keadaan bangunan rumah itu, ia akan  tetap kokoh berdiri menungggu mu pulang. Menunggumu untuk beristirahat, menunggu untuk melhatmu menghabiskan senyum dan berbagi tawa bersama anggota keluargamu yang  lain [mungkin] atau hanya sekedar melihatmu untuk terus melakukan rutinitas yang sama
                 Mandi, berpakaian, sarapan, tergesa – gesa, berlari mengunci pintu, berusaha mengejar waktu, hingga senja menghilang dan berganti malam pekat, kamu baru kembali dari kesibukan atau mungkin pelarian waktumu pun, rumah akan tetap menanti dengan setianya. Tanpa jenuh. Kamu tahu, bahkan menunggu mu kembali dari aktifitas mu pun mungin jadi suatu kesenangan tersendiri unutknya.
                 Merangkak atau melangkahkan kaki ke pasir mana pun di belahan bumi ini, pada akhirnya beberapa orang akan sampai pada titik jenuh. Mereka akan merasa rindu kembali ke suatu tempat disebut rumah. Entah itu satu jam, satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun, satu dasawarsa, atau mungkin hingga berwindu – windu kau tinggalkan. Hingga ia terkalahkan oleh lumut pengggerus puing – puing bangunan yang menyimpan kenangan atau setia menunggumu. Mengelak waktu untuk tak roboh pun meski ingin, mereka tak bisa melakukannya.



Quotes Of The Day : “We may can going anywhere, anyplace in this earth. But if your reason to go is because you want to run,  finally, one times. Its  will come a time u missing your home. You Missing a place to come back. To someone, to some time, or to  home”
 “Kita mungkin dapat pergi kemanapun, atau ke tempat apapun di bumi ini. Tapi jika alasan mu untuk pergi hanyalahkeinginan untuk berlari, pada akhirnya, satu waktu. Akan ada waktu, dimana kamu merindukan rumahmu. Kamu merindukan sebuah tempat untuk kembali. Untuk seseorang, untuk satu waktu, atau untuk rumah”

[チューリップ] 

Kamis, 19 November 2015

ALLAH MAHA KUASA



Sungguh Allah Maha Kuasa atas segala sesuatunya. Sangat saya sadari ini terutama saat kejadian dimana saya harus mengikuti perkuliahan dan juga saya harus mengikuti semacam tour dari tempat saya bekerja dalam rangka HUT tempat kerja saya pada tanggal 23-24 mei 2015. Dimana perkuliahan dan tour tersebut dilakukan pada waktu yang bersamaan dengan tempat berbeda. Awalnya merupakan pilihan yang sulit bagi saya untuk meninggalkan perkuliahan dan tidak mengikutinya. Tetapi pada akhirnya saya tetap harus memilih antara mengikuti tour dan perkuliahan. Dengan bingung saya memilih untuk tetap mengikuti perkuliahan dan tidak mengikuti tour. Namun saya pikir lagi jika saya tidak mengikuti tour lalu apa yang sudah saya berikan untuk tempat kerja saya. Jika saya tak mengikuti tour saya pikir saya tak ada partisipasinya dalam acara HUT tempat kerja saya yang pasti hanya satu kali dalam satu tahun. Diberi kesempatan untuk refreshing oleh tempat bekerja malah tidak dimanfaatkan. Dengan kata lain mungkin bisa dibilang menghilangkan kesempatan yang telah diberikan. Yaitu kesempatan liburan gratis. Tetapi jika saya mengikuti tour itu berarti saya tidak mengikuti perkuliahan. Bagaimana jika dalam perkuliahan tersebut ada tugas. Bagaimana jika karena saya tidak hadir dalam perkuliahan tersebut lalu berpengaruh terhadap nilai saya misalnya saya tak bisa mengikuti ujian karena tidak hadir pada salah satu mata kuliah karena tour tersebut. Awalnya saya sulit sekali mengambil keputusan tersebut. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memberi keputusan. Karena setiap ada yang bertanya tentang hal itu saya selalu menjawab “belum tahu”. Karena memang begitu adanya. Saya belum tahu apakah akan mengikuti tour atau perkuliahan. Lalu saya berpikir mungkin saya bisa mengikuti tour tanpa memikirkan perkuliahan dengan syarat perkuliahan libur. Karena hanya dengan begitu saya bisa tenang mengikuti tour tanpa beban adanya perkuliahan yang berlangsung. Entahlah sebuah pemikiran konyol atau tidak? Karena siapa saya yang bisa membuat perkuliahan libur karena saya tidak bisa mengikuti perkuliahan dengan alasan tour.

Maka dengan berdoa kepada Allah SWT memohon diberi yang terbaik yah kalau bisa juga memohon perkuliahan tiba-tiba diliburkan oleh pihak kampus dengan alasan apapun hehehe. Serta berdiskusi dengan orang tua terutama ibu. Dari hasil diskusi tersebut ternyata ibu lebih menyuruh saya untuk mengikuti tour dibanding perkuliahan. Entahlah mengapa? Karena jujur awalnya saya bingung mengapa ibu menyuruh saya untuk mengikuti tour tersebut. Yah karena ibu, maka saya pun akhirnya mengambil keputusan untuk mengikuti tour dan meninggalkan perkuliahan sementara yang akan berlangsung. Pasrah dengan perkuliahan yang akan berlangsung. Tetapi bukan tanpa usaha. Karena saya meminta surat ijin resmi dari tempat saya bekerja untuk diberikan kepada kampus tempat saya kuliah. Yah jadi jika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan saya mempunyai buktinya. Misal jika ditanya, ijin dan mana surat ijinnya maka saya bisa memperlihatkan bukti ijin yang tertulis dan resmi ditandatangani oleh pimpinan yang berwenang.

Ikhtiar sudah dilakukan dengan surat ijin tersebut kemudian doa pun selalu saya panjatkan dengan harapan perkuliahan pada hari tersebut tiba-tiba libur. Akhirnya saat saya sedang dalam perjalanan pada hari H saya mendapat kabar jadwal perkuliahan yang berantakan. Mengapa? Karena satu hari menjelang keberangkatan saya jadwal tersebut tetap dan tidak berubah. Artinya perkuliahan akan tetap berlangsung pada hari esok dengan jadwal yang telah ditentukan. Tetapi subhanallah sekali Maha Suci Allah pada hari H saya dapati kabar bahwa dosen yang akan mengajar pada hari itu tidak bisa mengajar dengan alasan ada yang sakit dan halangan lainnya. Saya pun bersyukur mendapati kabar tersebut saat diperjalanan. Walaupun perkuliahan pada hari itu tetap berlangsung dengan dosen pengganti. Tapi tak apalah karena mata kuliah pada hari tersebut jika dilihat dari tingkat kepentingannya bukan berada pada tingkatan teratas. Tetapi bukan berarti perkuliahan pada hari itu tak penting. Perkuliahan tersebut pun hanya dilakukan sebentar karena hanya ada beberapa mahasiswa yang hadir dan batalnya presentasi kelompok karena ketidaksiapan kelompok untuk presentasi pada mata kuliah pengganti. Walaupun saya di luar kota karena dalam perjalanan saya selalu mengontak teman saya yang berada di kampus tentunya agar tak ketinggalan informasi tentang kampus. Prinsipnya adalah walaupun saya tidak mengikuti perkuliahan tetapi saya harus mengetahui apa yang terjadi selama perkuliahan dimana saya tidak menghadirinya. Bagaimana caranya? Yaitu tadi bertanya kepada teman yang kuliah, mencari informasi dan kebiasaan saya selama perkuliahan adalah selalu merekam jalannya perkuliahan dari awal hingga akhir. Ini pun saya lakukan saat saya tidak bisa mengikuti perkuliahan. Dengan terlebih dahulu memberi alat perekam kepada teman sebelum saya berangkat tentunya.

Akhirnya saya pun mengikuti tour dengan tenang tetapi tetap mengontak teman saya yang mengikuti perkuliahan. Hanya dengan Kuasa Allah SWT akhirnya jadwal perkuliahan yang seharusnya dilakukan menjadi berantakan dan hanya satu dosen yang bisa mengajar dari empat dosen. Yah terpaksa sisanya mencari dosen pengganti namun hanya mendapatkan dua dosen pengganti. Keberlangsungan perkuliahan pun saya rasa tak maksimal.

Subhanallah. Tak henti-hentinya saya bersyukur atas kejadian tersebut. Sungguh Allah Maha Kuasa. Apapun bisa terjadi dengan kehendak-Nya. Tanpa kita duga sebelumnya. Karena sebelumnnya saya sudah pasrah dengan perkuliahan yang akan berlangsung dimana saya tak bisa mengikutinya. Pasrah akan diberi tugas ataupun sanksi oleh dosen atau apalah semacam itu. Namun sungguh diluar dugaan saya apa yang terjadi pada hari H. Saya baru mengerti mengapa ibu lebih menyuruh saya untuk mengikuti tour dibanding mengikuti perkuliahan. Ternyata ada rahasia Allah SWT yang tak seorang pun mengetahui akan kejadian yang akan terjadi pada hari H tersebut. Inilah mungkin hikmahnya. Hikmah mengikuti suruhan ibu. Janganlah pernah meragukan kekuasaan Allah SWT karena semua itu sudah banyak buktinya.

Rabu, 18 November 2015

KEMBAR TAPI TAK SAMA



Bagi yang sudah membaca e-book pertama saya yang berjudul BIG BANG pasti tahu tentang ‘anak’ saya si buruk rupa itu dan juga pasti ingat kata-kata saya dalam ‘curhatan penulis’ yang menyatakan kalau proses melahirkan suatu karya itu sama seperti  melahirkan seorang anak. Saat masih dalam kandungan (baca: pikiran) kita berusaha menjaganya sebaik mungkin dengan memberikan nutrisi terbaik dengan harapan saat datang hari kelahirannya anak tersebut akan lahir dengan sempurna, pun saat proses kelahirannya butuh usaha mati-matian. Banyak sekali proses yang mengganjal dalam proses kelahirannya, mulai dari mati lampu dalam durasi lama, tombol keyboard yang tiba-tiba jadi ugal-ugalan, file  dirusak virus sampai yang paling parah tiba-tiba hard disk jadi ‘jangkrik’ (masalah terakhir itu seperti kiamat rasanya).


Tapi, toh saat karya saya mendapat respon yang lumayan baik dari orang-orang yang sudah membacanya (banyak permintaan untuk membukukan isi blog saya dan meneruskan seri BIG BANG berikutnya) tiba-tiba saya jadi mau terus-terusan beranak tanpa henti. Kalau perlu sampai anak saya lebih dari satu lusin karena kadang pujian dan respon yang baik dari para pembaca bisa menjadi anastesi yang baik, obat yang bisa membuat saya kebas saat melawan perihnya luka karena proses melahirkan ‘anak-anak’ saya tersebut.


Maka dari itu dalam waktu dekat Insya Allah saya akan membundel isi blog saya dalam bentuk e-book agar para pembaca saya dapat membaca tulisan saya yang ada dalam blog maupun yang masih tercecer dalam komputer, laptop, tablet, hand phone maupun jurnal dan bisa dinikmati secara utuh. Suatu kebahagiaan bagi saya jika pesan yang mau saya sampaikan kepada lewat tulisan dapat diterima secara utuh tanpa ganguan ketidak nyamanan saat membaca atau gangguan koneksi internet.

Mengenai BIG BANG, banyak yang masih bertanya-tanya kepada saya lewat twitter, e-mail maupun facebook “apakah BIG BANG tamat?” karena di akhir cerita saya menuliskan kata tamat dengan dibubuhi tanda tanya di akhir, seolah-olah saya bertanya kepada diri saya sendiri dan pembaca apakah BIG BANG benar-benar tamat dan selesai? Menanggapi banyak pertanyaan yang bernada serupa saya berani memastikan kalau BIG BANG tidak akan pernah  tamat selama dalam diri manusia masih ada rasa takut.



Proses penulisan BIG BANG sendiri terinspirasi dari penggalian rasa takut saya yang terus-menerus. Paranoid dalam diri sayalah yang akhirnya melahirkan BIG BANG.

Sebetulnya sejak jauh-jauh hari saya ingin menulis sekuel BIG BANG tapi ada rasa enggan mengingat betapa sulitnya mencari tema yang bisa mengajak para pembaca untuk ikut larut dan merasa takut dengan tema yang saya  angkat. Tapi Tuhan Maha Menginspirasi, beberapa hari yang lalu saat saya hendak pergi tidur tiba-tiba hujan deras turun. Air buncah dari langit, inspirasi mengucur deras. Saya ‘bunting’ lagi. Saya tidak bisa tidur semalaman karena terbawa perasaan trance yang luar biasa.

Sekarang saya sedang hamil dan ‘anak’ kedua dan ketiga saya memanggil-manggil meminta direalisasi. Sekarang yang paling penting bagi saya adalah berusaha menjaga api semangat dalam hati  agar tidak meredup apalagi padam karena jika saya memadamkan semangat sama saja dengan mengaborsi ‘anak-anak’ dalam rahim saya. Doa saya semoga saya diberikan kesehatan, kekuatan, nalar yang waras dan antena batin yang lebih sensitif agar saya bisa lebih peka menangkap segala esensi dari kejadian sederhana sehari-hari untuk saya transformasikan ke dalam bentuk tulisan. Semoga saja.

Kedua e-book saya yang sedang saya tulis merupakan anak kembar tapi tak sama, tapi berasal dari sumber yang sama: Dia Yang Maha Menginspirasi.

Semoga saya bisa menjaga dan merawat benih yang sudah ditanam Tuhan dalam rahim pikiran saya.
Bismillah.

Jakarta, 18 November 2015
ditulis oleh : Achmad Ikhtiar

Selasa, 17 November 2015

Serongkeng

Sepeti biasa, aku menunggu jemputan ayah di depan monumen pahlawan yang ada diruas jalan pusat kotaku. Setiap hari ayah selalu menjemputku sepulang dari kuliah. Selepas turun dari bus kota, aku menunggu ayah diruas jalan itu. Ayah khawatir denganku jika aku pulang dengan melanjutkan lagi naik kendaraan umum menjelang magrib tiba karena  jarak tempuh kerumahku yang cukup jauh. Aku merasa aman ketika menunggu ayah diruas jalan ini, meski yang kutahu beberapa pedagang kaki lima yang meggelar dagangannya ketika menjelang magrib ini sering memberitahuku jika banyak sekali pencopet berkeliaran menjelang magrib seperti ini. 

Sejak dari pertama aku  menunggu ayah diruas jalan ini, ada yang menarik perhatianku. Seorang pedagang roti bakar yang selalu selesai memamerkan jualan di ‘etalase’ nya dengan lampu penerangan yang sangat indah tepat ketika azan magrib  yang mengalun dari menara masjid agung yang berada di seberang jalan raya menyapa.

“Nak, kamu masih menunggu ayahmu datangkan?”. Tanyanya  yang berarti ia memintaku menjaga dagangannya sementara dan bergantian setelahnya untukku solat magrib.

“Yoi pak..titip doa ya pak” . Jawabku akrab. Kebetulan hari ini aku sedang tidak solat, kebiasaan seorang wanita setiap bulannya.

Ialah pak Saleh, yang selalu tak mau ketinggalan sholat berjamaah di masjid. Selalu memulai menggelar ‘etalase’ roti bakar lapis tiga rasanya itu satu jam sebelum azan magrib berkumandang. Pertama kali melihat pak Saleh, aku jatuh cinta kepada lampu Serongkeng yang  digunakan untuk penerangan dagangannya. Kuperhatikan kelincahan tangannya ketika melakukan langkah demi langkah dalam mengoperasikan lampu Serongkeng, dan aku merasa takjub ketika lampu itu telah menyala.  Seminggu pertama aku terus memperhatikan pak Saleh, ada rasa yang sangat untuk berinteraksi dalam percakapan dengan beliau. Namun aku bingung untuk memulainya. 

Kuperhatikan lamat-lamat kegiatan pak Saleh ketika menyalakan lampu serongkeng, dari menyiapkan minyak tanah, spritus, kaos bola lampu dan yang paling menakjubkan adalah ketika lampu itu akhirnya menjadi bola lamppu yang indah berpijar setelah terbakar beberapa saat ketika dipompa. Dan pada saat itupun aku kembali kemasa kanakku, tentang aku, ayah dan lampu serongkeng.

***

Masa kecil kulalui di sebuah rumah kayu kecil yang bercagak tiang diatas air rawa yang mengalir air sungai. Saat itu lingkungan rumahku masih dikepung oleh hutan, sungai dan rawa-rawa. Tiada aliran listrik, hanya berpijarkan lampu teplok yang setiap pagi menjelang membekaskan noda hitam dilubang hidungku.

“ibu, hidung putri hitam” manjaku seranya mendekati ibu.

“mana, coba ibu lihat”. Jawab ibu sambil melihat lubang hidung mungilku dan tersenyum.

“masih tetep cantik kok, anak ibu”. Lanjut ibu smbil mencubit lembut hidungku.

Akupun berpindah haluan kearah ayah yang sedang membaca al-quran, ayah suka memulai pagi harinya dengan menyenandungkan al-quran. Dengan manja khas anak kecil, aku mendekati ayah dan duduk menggelayuti ayah.

“ayah, lampunya diganti dong seperti lampu yang ada dirumah wak haji, terang dan ada topi bundar yang melingkar terus digantungkan di atas langit-langit rumah”. Celotehku panjang. “putri mau punya lampu itu?”. Ayah menatapku dan tersenyum dan akupun mengangguk.

“permohonan putri terkabulkan, karena kemarin ayah dapet hadiah lampu yang putri sebutkan itu dari wak haji”. Jawab ayah. Diam-diam ayah suka memperhatikanku yang selalu melihat ‘aksi’ wak haji ketika menyalakan lampu itu. Dan wak hajipun berbaik hati memberikan satu lampu itu kepada ayah, tepatnya untukku.

“wak, lampunya indah sekali. Putri mau punya lampu seperti itu”. Celotehku seraya terkesima dengan cahaya lampu itu. Wak Hajipun tersenyum, ia pun sangat tahu akan ketertarikanku.

“nanti jika wak punya lampunya dua, satunya wak berikan untuk putri, biar putri semakin cantik dibawah cahaya terang lampu  ini”. Jawab wak Haji sambil mencubit pelan hidungku.

“benarkah,wak?”. Tanyaku antusias.

“in syaa allaah, gadis solehah. Tapi putri sudah tahu belum nama lampu indah ini?”. Tanya Wak Haji padaku, dan akupun hanya menggeleng.

“namanya lampu Serongkeng atau nama bekennya adalah lampu Petromaks”. Lanjut wak Haji.

“oh... lampu serongkeng, yaa Wak..”. jawabku senang dan membayangkan lampu itu sudah dirumah dan dihidupkan oleh ayah.

***

Kuperhatikan benda ajaib dihadapanku ini, lampu  yang bisa dideskripsikan dengan  tabung tempat minyak tanah yang warnanya mengkilap. Di tabung itu ada alat pemompa manualnya, berwarna merah.  Ada juga alat pendeteksi tekanan gasnya. Di atas tabung itu ada tempat dimana api dinyalakan dengan spiritus, cairan yang mudah terbakar dan menguap. Baru di atasnya dipasang kaos lampu yang terbuat dari semacam kain. Di sekelilingnya ada tabung kaca. Di atasnya penutup dan ada semacam alat pembatas agar arah sinar mengembang ke bawah--aku mnyebutnya topinya lampu serongkeng. lampu ini membutuhkan kaos lampu, bentuknya seperti balon. Kaos lampu itu mengembang jika serongkeng dinyalakan, dengan cara memompanya—sangat manual--butuh keahlian supaya mengembangnya sempurna. Kaos lampu yang mengembang itu akhirnya membentuk seperti rumah tawon yang berpijar. Kaos lampu itu sangat rapuh, jika disenggol dia akan pecah.

Benda itu sekarang sedang dioperasikan oleh ayah, kaos lampunyapun baru dibeli oleh ayah, mataku tak berkedip ketika ayah menyalakannya. Bagian yang sangat aku sukai adalah ketika ayah memompa lampu agar terbakar dan mengeluarkan bunyi desisan, lalu terciptalah lampu yang berpendar indah. Tak lupa ayah memakaikan ‘topi’ diatas kepala serongkeng, lalu menggantungkannya di ats langit-langit rumah.

“wah, rumah kita jadi terang benderang ya, ayah..putri jadi semangat belajar”. Kataku pada ayah.

“iya,, sayang. Dan bidadari ayah ibupun semakin terang benderang”. Canda ayah seraya mencubit lembut hidungku.

Dan kami bertigapun tergelak dalam tawa yang riang di bawah pendaran cahaya lampu serongkeng.

***

Lamunku semasa kank pun pecah seketika pak Saleh kembali dan memanggil namaku.

“Nak, ayahmu belum datang?”. Tanya pak Saleh sambil memperhatikan dagangannya.

“mungkin sebentar lagi pak”. Jawabku sambil melirik jam di Handphone.

 “ah... itu ayah pak”. Kulihat ayah datang dan semakin mendekat. Motor ayahpun berhenti di depan ‘etalase’ dagangan pak Saleh.

“sayang, maaf ayah sedikit lama. Jalan cukup macet” jawab ayah seraya memberikan helm kepadaku. Kuraih helm dari tangan ayah dan kupakai di atas kepalaku.

 “pak Saleh, kami pulang dulu yah... terimakasih telah menemani Putri”. Ucap ayah berpamitan dengan pak Saleh.

“pak, Putri pulang dulu ya, besok kita in syaa allaah bertemu lagi”. Ucapku yang sudah berada diatas motor ayah.

“okey, nak Putri dan ayah Putri. Hati-hati dijalan ya”. Balas pak Saleh ramah. Pak Saleh memanggil ayahku dengan nama ‘ayah Putri’, biar lebih akrab.

Motor ayah pun melaju membawaku menuju masjid, menyebrangi arus lalu lintas jalan raya yang padat dan temaram. Aku selalu mengingat kisah indh itu bersama lampu serongkeng, kenangan terindah bersama ayah.

***

Penulis bernama; Syarifah Reza Ayu Nurimani, berusia 25 tahun, e-mail address; ayuminouri22@gmail.com. telephone number; 0819 2920 7357, 0853 1530 4934

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More